SOLO, solopopuler.com – Perihal keluhan pajak usaha wedangan D’ Jembuk yang mencapai Rp 12 Juta mendapat perhatian Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P). Ketua fraksi ini di DPRD Kota Solo, YF Sukasno mengungkapkan menemui pemiliknya Hananto. Berikut anggota fraksi lainnha dan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Solo, Selasa (04/09/2024).
” Sudah saya pahami dan tadi kami ketemu ya sekalian di situ kita musyawarah, ” ujarnya usai pertemuan di wedangan yang ada dekat RS PKU Muhammadiyah.
Pada intinya, warung tersebut, masih punya kemampuan untuk bayar pajak Rp 3 juta setiap bulan. Ini seperti biasanya pada satu tahun yang lalu pajak dibayarkannya. Disitu, pemilik punya argumen kalau kondisi warungnya saat ini tidka seperti yang dulu, cenderung konsumennya berkurang
” Sehingga kemampuan bayar pajaknya itu minta tetap 3 juta itu, ” terangnya.
Termasuk halnya, ia meminta kepada Bapenda untuk melakukan sosialisasi terkait hal pajak. Dulu terkenalnya, lanjut Sukasno, bernama pajak restoran. Sekarang dinamakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu.
” Itu diatur, ada UU No 1/2022, PP No 35/2023, juga Perda Solo No 14/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” terangnya.
Yang jelas, pihak Bapenda baru menghitung berdasarkan potensi dan regulasinya. Namun itu membuat kaget pemilik warung ataupun pegadang serupa atas kabar itu. Langkah fraksi ini sebagai wujud pendampingan kepada
para pelaku usaha kecil dan pedagang kaki lima (PKL).
” Yang jumlahnya ribuan, ” tambahnya kepada awak media.
BACA JUGA : Bapenda Bersama Satpol PP Kota Solo Menertibkan Pajak Sasar 80 Usaha Kuliner
Terkait hal pajak tersebut disampaikan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Solo, Tulus Widajat. Pihaknya telah berkomunikasikan pada yang bersangkutan. Posisinya sekarang baru penghitungan belum penetapan.
” Jadi kalau ada pemberitaan seperti itu sangat disayangkan, kan jadi mempengaruhi yang lain,” tegas dia.
Untuk itu, Bapenda mengusulkan pemasangan Terminal Monitoring Device (TMD). Hal ini untuk meminimalkan kesalahpahaman yang dirasakan masayarakat atau para pelaku usaha. Alat itu untuk menghitung transaksi secara tepat waktu dan bisa menjadi solusi bagi para pelaku usaha ketimbang harus beradu argumen dengan pemerintah terkait kewajiban pajak tersebut.
” Kuncinya alat ini digunakan dengan benar dan jujur, sebab kalau pun alatnya dimatikan pemerintah juga tidak akan tahu, ” terangnya.
Pihaknya juga bisa memberikan keringanan pembayaran yang dilakukan secara bertahap. Namun demikian, perlu dipahami bahwa Pajak Resto dan Pajak Makanan dan Minuman yang dikenakan itu bukan dibebankan pada pelaku usaha melainkan dibebankan pada pembeli. Sehingga dapat dipastikan tidak akan mengurangi keuntungan. (Agung Santoso)