Kota Solo Dinilai KPK Untuk Program Percontohan Kota Anti Korupsi

SOLO, solopopuler.com – Penilaian sebagai kota layak anti korupsi dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kota Solo. Termasuk empat daerah lainnya di Indonesia, dimana program dijalankan setelah jumlah kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang melibatkan pemimpin daerah mencapai 169 kasus.  Hal ini dikatakan Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kumbul Kusdwijanto Sudjadi.

” Semua pemangku kepentingan memiliki peran penting dalam menjalankan program ini,” jelas dia.

Kondisi Revitalisasi Kolam Renang Tirtomoyo beberapa waktu lalu. (FOTO : Agung Santoso)

Lanjutnya, KPK menjalankan program kota/kabupaten antikorupsi sejak akhir 2023. Empat daerah dicanangkan menjadi percontohan kota/kabupaten antikorupsi 2024. Disebutnya, yakni Kota Solo, Kota Payakumbuh, Kabupaten Badung, Kabupaten Kulon Progo.

“2024 sampai 2029 direncanakan nantinya minimal ada 1 percontohan kabupaten/kota antikorupsi di setiap provinsi, ” ujarnya kepada awak media.

Dia menjelaskan tim penilai yang dibentuk KPK dari berbagai instansi terkait. Instansi ini diantaranya, Ombudsman, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Termasuk jugab
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Empat daerah yang dicanangkan menjadi percontohan kota/kabupaten antikorupsi belum tentu lolos.

“Solo buktikan diri mampu nantinya sebagai calon kota/kabupaten antikorupsi 2024. Ini tinggal selangkah lagi menjadi percontohan,” papar dia.

BACA JUGA : 📱Dua Mobil Sitaan KPK Kasus Gratifikasi RAT Di Mapolresta Solo

Selanjutnya program ini bukan mencari status atau juara tapi mempertahankan tidak korupsi untuk kesejahteraan masyarakat. Perlu diketahui, total tipikor sejak KPK berdiri sampai sekarang sebanyak 1.640 kasus. Sebanyak 624 kasus di antaranya terjadi di lingkungan institusi/lembaga pemerintah daerah (Pemda). Yang melibatkan wali kota, bupati, dan wakilnya sebanyak 169 kasus.

“Itu belum termasuk kepala organisasi perangkat daerah/OPD dan pejabat di bawahnya,” ujar Kumbul. (Agung Santoso)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *