SOLO, solopopuler.com – Permasalahan perdata menjadi perkara dijalani Bos PT Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) Tbk, Andri Cahyadi. Namun bersangkutan justru mendapat perkara pidana. Hal ini diungkapkan Deri Novandono SH, MH sebagai pengacaranya bos tersebut.
” Sesungguhnya peristiwa yang terjadi adalah hubungan keperdataan antar perusahaan, ” terangnya kepada awak media, Jumat (14/10/2023).
Secara tegas bukan merupakan perbuatan pidana yang akhirnya menjadi terdakwa. Proses perkara kliennya telah masuk agenda eksepsi Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Kalimantan beberapa waktu lalu. Dan ia menyampaikannya penilaian jika kliennya dikriminalisasi sehingga harus dijebloskan ke penjara.
” Klien kami ini, sebagai korban kriminalisasi. Ini jelas-jelas perkara perdata. Kenapa dibawa ke ranah pidana,” tandasnya.
Bahkan perkaranya direkonstruksi menjadi dugaan penipuan bisnis batubara fiktif. Kliennya dalam perkara yang sama juga ada Hendri Setiadi sebagai Direktur Energi Guna Laksana (EGL). Kemudian juga ada Kusno Hardjianto sebagai pemegang saham PT EEI, serta Didi Agus Hartanto.
” Kami memohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dapat segera melepaskan klien kami dari segala tuntutan hukum (Ontslag Van Rechtsvervolging),” terangnya.
Perkara yang menjerat kliennya ini berawal hubungan keperdataan antar dua perusahaan. Disebutkannya yakni PT Energi Guna Laksana (PT EGL) dengan PT Berkah Anugerah Rizky Abadi Cool (PT Baracool). Keduanya, terikat perjanjian hutang piutang yang ditandatangani pada tanggal 14 Juni 2013.
” Kesepakatan perjanjian PT Baracool akan memberikan pinjaman kepada PT EGL. Dalam pelaksanaanya pemberian pinjaman tidak terealisasi, ” ujarnya.
Pinjaman itu dikatakan, sebesar 7,200,000 USD atau sekitar Rp 111 miliar. Padahal pihak PT Baracool tidak memiliki uang sebesar itu. Ini dibuktikan tidak adanya bukti transfer dari PT Baracool ke PT EGL. Berikutnya, terkait penyerahan uang sebesar Rp 49 miliar dari PT Baracool ke PT MGL, kata Deri, bukan dalam rangka pemberian pinjaman.
” Sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Hutang Piutang tanggal 14 Juni 2013. Namun, sebagai uang muka alias Down Payment Fee yang diberikan PT Baracool kepada PT MGL, ” terangnya.
BACA JUGA:📱Pengusaha Asal Solo Bertemu Mahfud MD Atas Kasus Penipuan PT SM, Disebut Berunsur Pidana
Uang muka itu, kata pengacara berkantor kantor Equitable Law Firm, diiziinkannya penambangan. Dalam hal ini di wilayah salah satu perusahaan milik PT MGL. Lantas permasalahan tanggal 14 Juni 2013 tersebut, telah diajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banjarmasin. Dan ini teregister dengan No. 58/Pdt.G/2019/PN.Bjm tanggal 17 Juli 2019.
” Yang mana, atas gugatan perdata Perjanjian Hutang Piutang tanggal 14 Juni 2013 tersebut telah diputus, ” ungkapnya.
Putusan ini ada ditingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi (Banding). Selanjutnya ada di tingkat Mahkamah Agung melalui Putusan Kasasi No. 3477 K/Pdt/2020 tanggal 21 Desember 2020. Disitu dijelaskan Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT ENERGI GUNA LAKSANA tersebut
” Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, ” lanjut Deri.
Ini tertulis pada Nomor 16/PDT/2020/PT BJM tanggal 2 April 2020. Ini menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 58/Pdt.G/2019/PN Bjm tanggal 16 Januari 2020.
” Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht),” tandasnya.
Hanya saja, dalam dakwaan yang dibacakan JPU, para terdakwa yang masih hubungan satu keluarga dikenakan pasal berlapis. Pasalnya yakni Pasal 378 dan Pasal 374 KUHP serta Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan. Dakwaannya dalam perkara ‘investasi batubara bodong’. Adapun dalam sidang pembacaan dakwaan kliennya ini dari JPU di PN Banjarbaru yang berlangsung, pada Rabu (20/9) lalu. (Agung Santoso)