Hujan Es di Yogyakarta, Akademisi Geografi UMS Sebut Faktor Cuaca Ekstrem Disertai Swan Cumulonimbus

SOLOsolopopuler.com – Fenomena hujan es yang terjadi di Yogyakarta pada 11 Maret 2025 menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Kejadian ini tergolong langka dan menarik perhatian para ahli meteorologi untuk mengungkap proses di baliknya.  

Menurut Drs. Yuli Priyana, M.Si., dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), hujan es terjadi akibat kombinasi faktor cuaca ekstrem, terutama kelembaban udara yang tinggi dan adanya arus udara naik yang membentuk awan Cumulonimbus. Awan ini dikenal sebagai jenis awan vertikal yang tumbuh hingga lapisan atmosfer atas, dengan ciri khas bentuknya yang besar, berwarna hitam, serta disertai hujan deras, angin kencang, dan petir.  

“Proses pembentukan hujan es dimulai ketika uap air naik ke atmosfer dan membeku menjadi partikel es akibat suhu yang sangat dingin, bahkan di bawah titik beku,” jelas Yuli saat diwawancarai pada Kamis, 13 Maret 2025.  

Drs Yuli Priyana, M.Si., dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Istimewa)

Di dalam awan Cumulonimbus, terjadi proses Bergeron, yaitu pertumbuhan kristal es yang menyerap uap air di sekitarnya. Ketika kristal es ini menjadi cukup berat, mereka akan jatuh ke bumi. Jika suhu udara di lapisan atmosfer bawah cukup dingin, kristal es tersebut akan tetap berbentuk es saat mencapai permukaan bumi. Namun, jika suhu udara lebih hangat, es akan meleleh dan turun sebagai hujan air biasa.  

Yuli menambahkan, hujan es biasanya terjadi pada musim pancaroba, seperti Maret-April atau September-Oktober, ketika kondisi cuaca lebih dinamis. Fenomena ini pernah tercatat di beberapa wilayah Indonesia, seperti Landak (2024), Sidoarjo (2024), Surabaya (2017), dan Jakarta (2017).  

Meskipun hujan es dan salju sama-sama melibatkan proses pembekuan, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Salju terbentuk dan jatuh di daerah bersuhu dingin, sementara hujan es diawali oleh pembentukan awan Cumulonimbus. “Di Indonesia, salju tidak mungkin terjadi karena kita berada di wilayah tropis. Namun, hujan es masih bisa terjadi,” ujar Yuli.  

BACA JUGA : Viaduk Gilingan Tergenang Air Hujan, Walikota Solo Teguh Katakan Kesiapan Pompa Air

Ukuran butiran es yang jatuh bervariasi, mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Dampaknya pun bisa bersifat destruktif, seperti merusak kaca mobil atau properti lainnya. Namun, dampak signifikan terhadap sektor pertanian masih perlu diteliti lebih lanjut.  

Fenomena hujan es ini menjadi pengingat akan kompleksitas alam dan pentingnya memahami proses meteorologi untuk mengantisipasi dampaknya di masa depan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *