SOLO, solopopuler.com – Polemik pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2025 di DPRD Kota Solo menuai kritik tajam dari sejumlah aktivis yang tergabung dalam Forum Masyarakat Sipil untuk Keberadaban Demokrasi. Mereka menilai upaya sebagian anggota dewan untuk membahas RAPBD hanya dengan menggunakan Badan Anggaran (Banggar) tanpa prosedur yang sah sebagai tindakan yang berisiko tinggi.
Zein Zulkarnain, salah satu aktivis forum tersebut, mengingatkan bahwa pembentukan Banggar dan Badan Musyawarah (Bamus) yang menyalahi aturan akan menyebabkan produk hukum yang dihasilkan menjadi ilegal.
“Jika yang membahas RAPBD adalah badan yang tidak memiliki legalitas, maka produk yang dihasilkan juga ilegal. Ini berbahaya, tidak hanya bagi dewan, tetapi juga bagi masyarakat Solo,” tegas Zein.
Menurut Zein, masyarakat tidak dirugikan jika RAPBD tidak disahkan tepat waktu, asalkan pembahasannya diselesaikan sebelum pergantian tahun anggaran. Ia menjelaskan, ancaman sanksi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 lebih ditujukan kepada anggota dewan secara pribadi, yang akan kehilangan hak keuangan selama enam bulan.
“Setelah 30 November, RAPBD tetap bisa dibahas dengan catatan alat kelengkapan DPRD telah terbentuk sesuai aturan. Bahkan jika disahkan pada 31 Desember, itu tetap berlaku di tahun anggaran 2025,” tambah Zein.
Zein juga mengkritik narasi yang menyebut keterlambatan pembahasan RAPBD 2025 sebagai upaya menghambat program Walikota terpilih hasil Pilkada 2024. Menurutnya, proses penyusunan APBD sudah dimulai jauh sebelum Pilkada, sehingga tuduhan semacam itu tidak berdasar.
“Proses penyusunan APBD dimulai dari eksekutif melalui Tim Anggaran yang menyerahkan KUA/PPAS. Bahwa dalam pembahasannya ada unsur politik itu wajar, karena DPRD adalah lembaga politik,” jelasnya.
BACA JUGA : Ini Pelanggaran Berat Anggota DPRD Kota Solo Terpilih KF
Forum Masyarakat Sipil menilai, persoalan utama adalah keengganan DPRD untuk segera menyelesaikan pembentukan alat kelengkapan dewan. Konflik kepentingan antar kelompok di DPRD yang mengutamakan dominasi politik dinilai menjadi penghambat utama.
“Jika mereka benar-benar peduli pada rakyat, seharusnya ego politik diturunkan dan fokus pada penyelesaian alat kelengkapan. Masalah ini tidak genting bagi masyarakat, tetapi genting bagi keuangan anggota dewan yang terancam tidak menerima haknya selama enam bulan,” pungkas Zein. (Agung Santoso/***)